Sunday, December 6, 2015

Keutamaan Wudhu



Ada keutamaan jika seseorang terus menerus dalam keadaan suci atau berwudhu. Yaitu tatkala wudhu batal, kemudian kembali berwudhu lagi. Keadaan seperti itu akan mudah bagi kita untuk melakukan ibadah. Kala ingin membaca Al Qur’an dan memegang mushaf, maka bisa langsung membaca. Kala ingin laksanakan shalat sunnah, maka dengan mudah pula bisa melakukannya. Inilah yang didapat dari orang yang selalu menjaga wudhu.

Keutamaan orang yang selalu menjaga wudhu disebutkan dalam hadits berikut tentang Bilal yang disebutkan bahwa suara sandal beliau sudah terdengar di surga.

Dari Abu Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam di pagi hari memanggil Bilal lalu berkata,

يَا بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِى إِلَى الْجَنَّةِ مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ إِلاَّ سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى

“Wahai Bilal, kenapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidaklah masuk surga sama sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga di malam hari dan aku dengar suara sendalmu di hadapanku.”

Bilal menjawab,

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِى حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَىَّ رَكْعَتَيْنِ

“Wahai Rasulullah, aku biasa tidak meninggalkan shalat dua raka’at sedikit pun. Setiap kali aku berhadats, aku lantas berwudhu dan aku membebani diriku dengan shalat dua raka’at setelah itu.” 
(HR. Tirmidzi no. 3689 dan Ahmad 5: 354. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits tersebut hasan)

Syaikh Abu Malik dalam Fiqhus Sunnah lin Nisaa’ (hal. 49) menyatakan bahwa disunnahkan berwudhu setiap kali wudhu tersebut batal karena adanya hadats.

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Disunnahkan menjaga wudhu atau diri dalam keadaan suci. Termasuk juga kala tidur dalam keadaan suci.” (Kitab Matan Al Idhoh, hal. 20).

Semoga dimudahkan dalam menjaga wudhu. Hanya Allah yang memberi taufik.



Dari Hammam bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:


لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ. قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ: مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ

“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats hingga dia berwudhu.” Seorang laki-laki dari Hadhramaut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan hadats wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab, “Kentut baik dengan suara atau tidak.” (HR. Al-Bukhari no. 135 dan Muslim)

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dari Nabi -alaihishshalatu wassalam- beliau bersabda:


إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

“Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah, tangan, dan kaki yang bercahaya karena bekas-bekas wudhu mereka. Karenanya barangsiapa di antara kalian yang bisa memperpanjang cahayanya maka hendaklah dia lakukan.” (HR. Al-Bukhari no. 136 dan Muslim no. 246)

Asal makna ghurrah adalah bulu putih pada kepala kuda yang berbulu hitam, dan makna at-tahjil adalah bulu putih pada kaki-kaki kuda yang berbulu hitam.

Makna memperpanjang wudhu adalah mengusahakan agar dirinya selalu di atas thaharah dengan cara selalu berwudhu setiap kali wudhunya batal walaupun tidak sedang akan shalat. Bukan maknanya menambah bagian tubuh yang dicuci melebihi apa yang ditetapkan oleh syariat.

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

“Barangsiapa yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, niscaya kesalahan-kesalahannya keluar dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim no. 245)

Maksud memperbaiki wudhu adalah mengerjakannya secara sempurna (mencakup rukun, wajib, dan sunnah wudhu) sesuai dengan petunjuk Nabi -alaihishshalatu wassalam-.

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu bahwa beliau mendengar Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda:


مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَكَانَتْ صَلَاتُهُ وَمَشْيُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ نَافِلَةً

“Barangsiapa berwudhu demikian niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Sedangkan shalat dan berjalannya dia ke masjid adalah dihitung sebagai amalan sunnah.” (HR. Muslim no. 228)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:


أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ, فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

“Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada keadaan yang dibenci (seperti pada keadaan yang sangat dingin, pent.), banyak berjalan ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah ribath, itulah ribath.” (HR. Muslim no. 251)

   Ribath adalah amalan berjaga di daerah perbatasan antara daerah kaum muslimin dengan daerah musuh. Maksudnya pahalanya disamakan dengan pahala orang yang melakukan ribath.
 
Di antara keutamaan wudhu adalah:
 
a. Orang yang berwudhu akan mendapatkan cahaya pada wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya dengan sebab dia mencuci wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya dalam berwudhu.

     Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menyatakan bahwa cahaya ini hanya dimiliki oleh umat Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam karena wudhu merupakan keistimewaan umat ini yang tidak diberikan kepada umat selainnya. Walaupun dalam hal ini -yakni: Apakah wudhu ini disyariatkan pada umat sebelumnya atau tidak- ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.

     Adapun bagi kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan belum sempat berwudhu maka dia tidak akan mendapatkan cahaya ini, hanya saja dia tetap akan dikenali oleh Nabi -alaihishshalatu wassalam- sebagai umat beliau akan tetapi dengan tanda yang lain.

b. Jika dia menyempurnakan wudhunya maka dosa-dosa yang diperbuat oleh anggota wudhunya akan keluar (terhapus) bersamaan dengan keluarnya tetesan air wudhunya -sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat yang lain-. Karenanya disunnahkan untuk tidak menyeka air wudhu dengan kain karena hal itu akan menghilangkan tetesan wudhu.

c. Barangsiapa yang berwudhu dengan seperti yang Nabi -alaihishshalatu wassalam- ajarkan maka akan diampuni semua dosanya yang telah berlalu. Maksudnya adalah dosa-dosa kecil, karena para ulama menyatakan bahwa dosa besar hanya bisa terhapus dengan taubat dan istighfar.

d. Setiap langkah kakinya ke masjid akan dihitung sebagai amalan sunnah. Demikian pula shalat (sunnah wudhu) yang dia lakukan setelahnya. Karenanya disunnahkan untuk berjalan kaki ke masjid selama masih memungkinkan dan tidak menaiki kendaraan, demikian pula disunnahkan untuk mengerjakan shalat sunnah wudhu.

e. Orang yang berwudhu dalam keadaan dingin yang sangat akan diangkat derajatnya oleh Allah dihapuskan dosa-dosanya dan pahalanya bagaikan dia tengah berjihad di jalan Allah.
Pahala seperti ini juga didapatkan oleh orang setelah dia mengerjakan shalat dia tidak pulang ke rumahnya akan tetapi dia menunggu shalat berikutnya di masjid.

     Karenanya disunnahkan untuk berdiam di masjid -selama memungkinkan- untuk menunggu shalat berikutnya atau melakukan amalan yang menjadi wasilah kepadanya, misalnya mengadakan pengajian antara maghrib dan isya agar para jamaah tidak pulang tapi bisa mengikuti pengajian tentunya disertai dengan niat menunggu shalat isya.

MANFAAT SELALU MENJAGA WUDHU'
1. PENGHAPUS DOSA ...
    Jika seorang hamba Muslim atau Mukmin berwudhu lalu membasuh wajahnya, akan keluar dari wajahnya setiap dosa yang dilihat dengan kedua matanya bersamaan dengan keluarnya air atau tetesan air yang terakhir.

     Jika dia membasuh tangannya, akan keluar dari kedua tangannya setiap dosa yang pernah dilakukan oleh kedua tangannya itu bersamaan dengan air atau tetesan air yang terakhir. Jika dia membasuh kedua kakinya, akan keluar setiap dosa yang pernah dilakukan oleh kedua kakinya bersamaan dengan air atau tetesan air yang terakhir, sehingga dia akan keluar dalam keadaan benar-benar bersih dari dosa. (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 224).

2. TANDA DI AKHIRAT ...
     Sesungguhnya telagaku itu lebih panjang dari jarak antara Aylah (sebuah kota di teluk Aqobah, Yordania) dan Adan (kota Yaman). Sungguh telagaku itu lebih putih dari salju, lebih manis dari madu dicampur susu, serta bejana-bejananya lebih banyak dari bintang-bintang.
Aku sungguh akan menjaganya dari orang lain (selain umatku), sebagaimana seseorang menjaga telaganya dari unta orang lain.

     Para sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, apakah pada hari itu Anda mengenali kami? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:Ya. Kalian punya tanda yang tidak dimiliki oleh seorangpun dari umat lain. Kalian datang kepadaku dengan wajah, tangan dan kaki bercahaya putih karena wudhu. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 364)

3. SEPARUH IMAN ...
     Bersuci (wudhu) adalah separuh dari iman. (Ucapan) alhamdulillaah memenuhi timbangan, (ucapan) subhanallaah wal hamdulillaah keduanya memenuhi (ruang) antara langit dan bumi.

    Shalat itu cahaya, shadaqah itu adalah bukti, sabar adalah sinar, dan Al-Qur’an itu hujjah (pembela) bagimu atau hujatan atasmu. Setiap orang pergi untuk menjual dirinya, lalu ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang membinasakan dirinya. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 223)

4. JALAN MENUJU SYURGA ...
     Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Bilal ketika sholat Fajar, "Wahai Bilal, ceritakan kepadaku tentang amalan yang paling engkau harapkan pahalanya sejak engkau memeluk Islam! Sesungguhnya aku mendengarkan bunyi kedua sandalmu di depanku di dalam surga.

     Bilal menjawab, Aku tidaklah mengerjakan suatu amal yang paling aku harapkan pahalanya, selain dari pada setiap kali bersuci, baik di waktu malam atau siang, aku selalu mengerjakan sholat semampu saya. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhori, no. 1149 dan Muslim, no. 6274).

5. PEMBUKA IKATAN SYAITHAN ...
     Setan membuat ikatan pada tengkuk seseorang diantara kalian apabila tidur, yakni sebanyak tiga ikatan. Pada setiap ikatan dia berkata,Tetaplah kamu tidur, malam masih panjang! Jika ia bangun lalu mengingat Allah Ta’ala, maka lepaslah satu ikatan.

     Jika ia berwudhu’, terlepaslah satu ikatan yang lain. Jika ia sholat, terlepas pula satu ikatan. Maka ia akan memasuki waktu Shubuh dalam keadaan semangat dan berjiwa bersih. Jika tidak demikian, maka di pagi harinya dia akan berjiwa kotor dan malas. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhori, no. 1091 dan Muslim, no. 776)
6. Menghemat waktu karena pada saat di perjalanan, terutama, pada saat kita sibuk mencari masjid untuk mendirikan shalat BMW, mungkin kita tak ketinggalan shalat BMW (masbuk) karena bisa langsung masuk barisan shaf;

7. Melatih diri untuk mengelola buang angin kita dengan mulai memilih makanan yang tak   berpotensi untuk buang angin, atau makan tak terlalu banyak sehingga sehat;

8. Dalam beberapa hal menghemat penggunaan air, terutama bila kita bisa menahan buang angin dalam kurun yang panjang;


Diantara waktu yang disunnahkan untuk berwudhu’, yaitu:

1. Berwudhu’ Ketika Hendak Pergi ke Masjid

    
     Termasuk sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berwudhu’ sebelum berangkat shalat berjama’ah ke masjid. Yang memiliki pengaruh (nilai) yang lebih dibanding tidak berwudhu’ sebelumnya. Yaitu Allah subhanahu wata’ala menjadikan barakah pada setiap langkah kaki kanan maupun kiri berupa pengahusan dosa dan penambahan pahala. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila seorang dari kalian berwudhu’, lalu ia menyempurnakan wudhu’nya, kemudian ia pergi ke masjid karena semata-mata hanya untuk melakukan shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kaki kirinya melainkan terhapus kejelekan darinya dan dituliskan kebaikan bersama langkah kaki kanannya hingga masuk masjid.” (HR. Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir dari shahabat Ibnu Umar dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 454)

2. Menyentuh Mushaf Al Qur’an
    
       Al Qur’an adalah kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai kitab suci umat Islam. Dalam rangka memulikan Al Qur’an sebagai kalamullah (firman Allah) maka disunnhakan berwudhu’ sebelum memegang kitab suci Al Qur’an ini. Al Imam Ath Thabrani dan Al Imam Ad Daraquthni meriwayatkan hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari shahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu:

لاَتَمُسُّ القُرآنَ إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ
“Janganlah kamu menyentuh Al Qur’an kecuali dalam keadaan suci”.

Bagaimana jika hanya membacanya saja tanpa menyentuhnya, apakah hal ini juga disunnahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? Ya, hal itu disunnahkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana sabdanya:

“Sesungguhnya aku tidak menyukai berdzikir kepada Allah kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i dari sahabat Ibnu Umar dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani).
Tentunya, membaca Al Qur’an adalah semulia-mulia dzikir kepada Allah subhanahu wata’ala.

3. Berwudhu’ Ketika Hendak Tidur
    
    Termasuk sunnah Rasulullah adalah berwudhu’ sebelum tidur. Hal ini bertujuan agar setiap muslim dalam kondisi suci pada setiap kedaannya, walaupun ia dalam keadaan tidur. Hingga bila memang ajalnya datang menjemput, maka diapun kembali kehadapan Rabb-Nya dalam keadaan suci.

      Dan sunnah ini pun akan mengarahkan pada mimpi yang baik dan terjauhkan diri dari permainan setan yang selalu mengincarnya. (Lihat Fathul Bari 11/125 dan Syarah Shahih Muslim 17/27)

     Tentang sunnah ini, Rasulullah telah menjelaskan dalam sabda beliau yang diriwayatkan dari sahabat Al Barra’ bin ‘Azib, bahwasanya beliau berkata:

“Apabila kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhu’lah sebagaimana wudhu’mu untuk shalat.” (HR. Al Bukhari no. 6311 dan Muslim no. 2710)

Lebih jelas lagi, dari riwayat shahabat Mu’adz bin Jabal, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Tidaklah seorang muslim tidur di malam hari dalam keadaan dengan berdzikir dan bersuci, kemudian ketika telah terbangun dari tidurnya lalu meminta kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat, melainkan pasti Allah akan mengabulkannya.” (Fathul Bari juz 11/124)

    Demikianlah sunnah yang selalu dijaga oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak tidur, yang semestinya kita sebagai muslim meneladaninya. Bahkan ketika beliau terbangun dari tidurnya untuk buang hajat, maka setelah itu beliau berwudhu’ lagi sebelum kembali ke tempat tidurnya. Sebagaimana yang diceritakan Abdullah Bin Abbas radhiallahu ‘anhuma:

“Bahwasanya pada suatu malam Rasulullah pernah terbangun dari tidurnya untuk menunaikan hajat. Kemudian beliau membasuh wajah dan tangannya (berwudhu’) lalu kembali tidur.” (HR. Al Bukhari no. 6316 dan Abu Dawud no. 5043 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 4217)

4. Berwudhu’ Ketika Hendak Berhubungan Dengan Istri
   
    Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga memberikan bimbingan bagi para pasutri (pasangan suami istri) ketika hendak bersetubuh. Hendaknya bagi pasutri berdo’a sebelum melakukannya, dengan doa’ yang telah diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:

بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkan (gangguan) setan terhadap apa yang Engkau rezikan kepada kami.” (HR. Al Bukhari no. 141)

      Kemudian ketika sudah usai dan ingin mengulanginya lagi maka hendaknya keduanya berwudhu’ terlebih dahulu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Apabila seseorang telah berhubungan denga istrinya, kemudia ingin mengulanginya lagi maka hendaklah berwudhu’ terlebih dahulu.” (HR. Muslim no 308, At Tirmidzi, Ahmad dari Abu Sa’id Al Khudri dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Ats Tsamarul Mustathob hal.5)

    Dengan tujuan agar setan tidak ikut campur dalam acara yang sakral ini dan bila dikarunia anak, maka setan tidak mampu memudharatkannya.

Source:


0 comments:

Post a Comment