Bruss, mobil
geng sok kece menyiprat air ke atas kawan-kawan ku yang sedang asik balapan
sepeda. Alhasil baju mereka pun basah semua. Aku yang tadi mendayung sepeda
dengan santai pun jadi spanning dan mengejar mobil mereka, lalu mereka pun
berhenti dan turun.
“Jangan
mentang-mentang kalian anak orang kaya bisa seenaknya sama kami” bentakku
“Suka-suka
gua dong, salah sendiri kesekolah pake sepeda. Macam anak kampung” jawab Ahmad.
“Gaya amat
lu, yang kaya juga bapak lu. Kenapa lu yang songong ya, bingung gua”
“Berani amat
lu sama kita” jawab putra
“Ngapain gua
takut sama kalian, emang kalian siapa”
Ahmad mendorong
bahuku
“Woy lu jadi
cewe jangan songong ya”
Aku terkejut,
emang banci ni cowo beraninya sama cewe doang. Aku pun memberi serangan, aku
menginjak kakinya dan menonjok perutnya. Dia sama sekali tidak melawan, akupun
terus melakukannya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ntah gara-gara mabuk racun
sianida atau apa aku enggak tau.
“Aduh, sakit
banget perut gua”. Rintih Ahmad pada Lana dan Putra yang sedang
terbengong-bengong.
“Woy, kalian
denger enggak sih?” Bentaknya lagi.
“Iya.. iya
kenapa bos?” tanya putra.
“Nih perut
gua di tonjok sama tu cewe” jawabnya sambil menunjuk ke arah ku.
“Memang tu
cewe songongnya perfect” balas Lana
“Iya, bos
kita aja K.O”
Mereka pun
menertawai Ahmad yang sedang kesal, seakan-akan enggak sadar kalau aku masih di
depan mereka.
Dan kami pun
pergi meninggalkan mereka.
“Ya Allah,
begitu berat cobaan yang engkau berikan. Kenapa baju ku ini bisa keciprat
lumpur Ya Allah. Bagaimana caranya aku mengeringkannya? Ya Allah bantulah hamba
mu ini” Rintih Nadya.
“Woy nad”
ujar ku sambil memeriksa dahi nya, ternyata panas banget seperti berada di
kutub utara. “Kalau mau sableng ntaran aja, keringin dulu tuh baju”
Dia pun
segera berkumpul dengan Salsa dan Aryanti yang sudah seperti jemuran bernyawa, jahat
banget aku jadi kawan. Dan aku langsung menuju keparkiran untuk memarkir kan
sepeda, lengkap dengan gembok besar yang beratnya mencapai 5,95 ton. Jaga-jaga
biar enggak di malingin orang.
Istirahatnya
aku meminjam buku di perpus, dan saat perjalanan pulang akupun ditabrak oleh
Ahmad yang sedang sibuk dengan hp nya. Punya mata bukan di gunain dengan
semestinya tapi malah di gunain buat mentengin hp. Buku ku pun berceran, sampai
aku bersusah payah untuk memungutnya. Bercecerannya pun bukan di sekitar kami
tabrakan tapi malah sampai ke berbagai kota besar di Indonesia, dan sepertinya
kalimat itu hanya menjadi gambaran di pikiranku.
“Maaf-maaf,
gua enggak sengaja” ujarnya sambil membantu memungut buku ku yang berceceran.
“Iya, enggak
apa-apa”
Dan tanpa
sengaja kami mengambil buku yang sama dan dia memegang tangan ku, akupun
menariknya dengan segera.
“Apa lu
pegang-pegang” bentakku.
“Orang
enggak sengaja juga, lagian mana ada cowo sekece gua yang mau megang tangan
cewe songong kaya lu”
“ Idih sok
kece banget lu, kece enggak norak pun iya”
Akupun segera
mengambil buku-buku ku dan beranjak menuju kelas.
“Kemana aja
lu? Ngambil buku segede upil itu aja lama banget” gerutu Aryanti.
Wtf, buku
segini banyak di bilang segede upil. Mulai minus kayanya mata si Aryanti.
“Habis
berantem sama gua” sambar Ahmad yang tiba-tiba muncul
“Berantem
kenapa” lanjut Aryanti
Ahmad tak
menjawab dan langsung beranjak pergi.
“Jeh,
ditanya malah pergi” gerutu Aryanti.
“Emang
kalian berantem kenapa?” tanya Salsa penasaran.
“Biasalah,
kami kan kaya Tom & Jerry tiap ketemu pasti berantem. Apapun masalahnya dan
dimanapun tempatnya” jawabku.
“Yaelah sya,
lama-lama gua kawinin juga lu sama dia” sambar Nadya
“Idih, lu
kira gua ayam apa. Kawin-kawin”
“wkwkwk,
tamat SMA ini. Kami tunggu undangannya sya” lanjut Nadya
“Mati aja
-_-“ jawabku
“Muahahaha”
Kawan-kawan gua pun merayakan kemenangan perdana
mereka untuk membully gua dengan tertawa gaya nenek lampir tahun 1865-an
0 comments:
Post a Comment